Yang Tertinggal

 

“Kebakaran! Kebakaran!”

Orang-orang sudah datang dan memberikan pertolongan.

“Ibu, aku takut!” tangis Indah.

“Nggak usah takut. Cepat keluar sekarang! Tunggu Ibu di seberang jalan!” teriak Ibu. “Mana Aam?” Ibu pun berteriak memanggil Aam.

Terdengar sahutan Aam dari lantai atas. Tak jelas.

Dan Ibu pun berbalik arah, memburu langkah, naik ke lantai dua.

“Ibu!” teriak Indah. Sudah di luar rumah.

“Ibu!” teriak Aam, masih dari dalam kamar.

Api menjalar begitu cepat. Asap sudah memenuhi hampir di seluruh ruangan. Mata memerih, napas mencekat. Oksigen makin kalah. Suasana sudah begitu memerah.

Lima jam kemudian.

Rumah itu sudah habis. Terbakar menghitam, menyaru dengan malam.

Ibu, Aam dan Indah sudah pergi meninggalkan sisa bangunan yang berbentuk entah. Hanya menyisakan tulangan baja menjulang, menunjuk langit.

Seharusnya sudah selesai. Tapi mereka melupakanku.

Iya. Masih ada aku. Yang dilupakan Ibu.

Aku kan juga anak Ibu. Walaupun aku hanya berukuran sepuluh centimeter. Yang dikubur Ibu di bawah ubin, di bawah lemari.

Meski ayahku berbeda dengan Indah dan Aam.

Aku sedih.

—— Σnd ——

161 kata.

Yogyakarta, 29 Januari 2014 @ 23:04

Konon katanya, Kru BFG lagi pada iseng pengen nulis FF 161 kata dengan tema “Di Bawah Lemari”. Saya udah bilang pass ke mamih, tapi ya sudahlah. Akhirnya jadi juga ini. 😆

2 thoughts on “Yang Tertinggal

Leave a reply to ansitowaw Cancel reply